Kamis, 17 Mei 2012

Satu Keluarga Korban Sukhoi Diundang ke RS Polri
Petugas membawa kantung jenazah korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ke luar tenda Disaster Victim Identification (DVI) di RS Sukanto, Kramat Jati, Jakarta, Minggu (13/5/2012). Jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet-100 semuanya menjalani proses identifikasi oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri.

HEADLINE NEWS, JAKARTA - Keluarga dari korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100, Ganis Arman Zuvianto, mendatangi Rumah Sakit Polri, Kramat Jadi, pada Kamis (17/5/2012). Ganis adalah korban Sukhoi yang berasal dari Indonesia Air Transport. Istri Ganis, Clarisa Samin Bahar datang bersama orangtua dan kakak Ganis, Holdy mencari ruangan Kepala RS Polri Brigadir Jenderal Agus Prayitno.

"Kami datang ke sini karena diundang," ujar salah seorang keluarga Ganis.
Keluarga tidak mengungkapkan alasan pemanggilan mereka hari ini. Tampak ketegangan di wajah mereka.
Apalagi, Rabu kemarin tim Distaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri menyatakan telah berhasil mengidentifikasi satu jenazah korban kecelakaan Sukhoi Superjet 100. Jenazah yang teridentifikasi berjenis kelamin laki-laki dan berkewarganegaraan Indonesia.

RS Polri saat itu menyatakan akan berkonsultasi dengan keluarga terlebih dahulu atas hasil identifikasi itu. Identitas jenazah belum dapat dipublikasikan. Menurut Direktur DVI Indonesia, Komisaris Besar Anton Castilani, kondisi gigi jenazah menjadi penentu utama keberhasilan identifikasi korban ini. Korban diketahui memiliki kondisi dental yang utuh.

"Dalam hal ini ada kecocokan gigi per gigi, perawatan, dan tambalan gigi, sehingga forensik yakin seratus persen jenazah ini teridentifikasi sebagai si A," kata Anton, Rabu lalu. Hingga saat ini keluarga masih dalam pertemuan dengan pihak RS Polri.

Rabu, 16 Mei 2012

 34 Sidik Jari Siap Dicocokkan dengan Keluarga
 
Komisaris Besar Boy Rafli Amar
HEADLINE NEWS, JAKARTA - Proses panjang identifikasi korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 oleh Diseaster Victim Identification (DVI) dan Identification Indonesia Automatic Finger Prints Identication System (Inafis) Mabes Polri, terus berlangsung secara maraton.

Kepala Bagian Penerangan Umum Kombes Boy Rafli Amar mengungkapkan, tim gabungan tersebut berhasil menemukan data baru. "Sidik jari telah ada 34 dari lokasi yang ditemukan SAR," ujarnya saat jumpa pers di RS Polri, Rabu (16/5/2012).

Langkah yang selanjutnya dilakukan adalah membandingkan ke-34 sidik jari tersebut dengan 20 data ante mortem yang telah dikumpulkan dari pihak keluarga sebelumnya. Namun, menurut Pemeriksa Madya Inafis Mabes Polri, AKBP H Achid Taufik, pihaknya yang bertugas melakukan pemeriksaan sidik jari, menemukan sejumlah kendala dalam proses identifikasi tersebut.

"Data ante mortem kurang lengkap, karena cuma sebagian. Alangkah baiknya keluarga memberikan data aslinya," katanya.

Boy Rafli mengatakan, kesulitan tersebut akibat dari jasad korban yang sudah tak utuh, ataupun sampel sidik jari pihak keluarga tak lengkap.

"Kalau pembandingnya 10 jari, Insya Allah diketahui semuanya dalam satu dua hari kami maraton memeriksa," kata Boy Rafli Amar.

Selasa, 15 Mei 2012

 Faisal: Sembako untuk Warga Itu Penghinaan!
 
 Pakar ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri.
JAKARTA — Pemberian sembilan bahan pokok atau sembako kepada masyarakat merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh para calon gubernur-calon wakil gubernur mendapatkan dukungan calon pemilihnya menjelang pemilihan umum kepala daerah. Namun, strategi demikian rupanya tak berlaku bagi salah satu pasangan dari jalur independen, Faisal Basri dan Biem Benjamin.
"Dilihat dari dialog kami (dengan warga), hampir semua dari mereka dikecewakan oleh politisi yang pernah ngasih sembako enggak pernah datang lagi. Itu tema pokok yang selalu saya bahas dengan mereka. Makanya jangan mau dipengaruhi sembako, itu penghinaan," kata Faisal, saat berkunjung ke Kantor Redaksi Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, masyarakat, khususnya menengah ke bawah, harus diberikan pemahaman secara baik tentang manuver politik yang dilakukan oleh politisi sebelumnya, bahwa sembako yang diberikan merupakan wujud dari kelas masyarakat tersebut hanya dijadikan komoditas politik semata.
"Dan sembako itu bukan dari uang mereka sendiri, tetapi dari bandar. Dulu kalau perlu saja datang, kalau sudah berkuasa, enggak (datang lagi). Lha, memang harus gitu, kan sudah jual putus lewat sembako," kata Faisal, mencontohkap percakapannya dengan sejumlah warga di Jakarta.
Walaupun kerap menghadapi kenyataan demikian di lapangan, pasangan yang memiliki tagline "Berdaya Bareng-bareng" itu tak surut semangat untuk memberikan pemahaman dan makna jalur politik independen yang ditempuhnya dalam setiap temu warga.
"Akan tetapi, sudah mulai muncul kesadaran (dari warga), 'makanya nih gue seneng nih independen enggak seperti partai nih'. Kata bapak-bapak gitu. Awal-awalnya kami ditanya sembako, tetapi kami jelaskan itu," kata ekonom dari Universitas Indonesia itu.

Senin, 14 Mei 2012

 "Kini Kami Hanya Bisa Menunggu..."
 
 Dari kiri: Mamik, tante Arie, Yusuf Arie Wibowo dan Yayuk, ibu Arie. Foto saat Arie wisuda
JAKARTA — Yusuf Arie Wibowo tidak bekerja di perusahaan yang hendak membeli pesawat Sukhoi Superjet 100, PT Sky Aviation. Yusuf, warga Jalan Lahor, Kecamatan Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, itu bekerja di rumah produksi yang satu kelompok perusahaan dengan Sky. Pada hari naas itu, Yusuf naik Sukhoi untuk melaksanakan tugas dokumentasi.

”Sebelum naik pesawat, Mas Yusuf sempat berfoto di depan pesawat dengan tulisan besar ’Sukhoi’, lalu dikirimkan dengan BBM (Blackberry Messenger) kepada saya,” kata Yeni Arisandi (30), adik bungsu Yusuf, di Malang, Minggu (13/5/2012).

Saat mengetahui ada tragedi Sukhoi Superjet 100, semua anggota keluarga sederhana ini shock. Yusuf yang kelahiran tahun 1975 ini merupakan anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki di antara empat bersaudara anak-anak Ny Sri Rahayu Ningsih (60).

Keluarga ini telah kehilangan ayah mereka yang meninggal dunia tahun 1998. Posisi itu kini diambil alih Yusuf. Luluk, sepupu Yusuf yang menerima wartawan di rumah keluarga ini, di sebuah sudut gang sempit, menuturkan, hubungan Yeni dan Yusuf sebagai kakak beradik amat dekat. Semua hal yang dialami Yusuf juga diberitahukan kepada Yeni, termasuk foto-foto pesawat Sukhoi itu.

Setelah menamatkan kuliahnya di Akademi Komunikasi Indonesia, Yogyakarta, lanjut Yeni, Yusuf menjadi amat menguasai peranti lunak pengeditan video. Yusuf sempat bekerja di sebuah perusahaan perbankan. Namun, dua tahun terakhir ini, berbekal kemampuannya, Yusuf berpindah pekerjaan ke rumah produksi tersebut.

”Dia kakak dan pelindung dalam keluarga,” kata Yeni.

Yeni dan keluarga tahu bahwa Yusuf berada di dalam pesawat Sukhoi itu pada Rabu malam setelah siaran televisi memberitakannya. Esok harinya, Ny Sri Rahayu Ningsih bergabung dengan istri Yusuf, Adia Resvita, di rumah pasangan itu di Depok, Jawa Barat, untuk mencari kabar. Mereka akhirnya yakin dan jelas kian kecil berharap keluarga menikmati kebahagiaan dengan kehadiran Yusuf di tengah-tengah mereka.

”Ibu sudah melapor dan memberikan data Mas Yusuf untuk kepentingan identifikasi. Kini, kami hanya bisa menunggu,” tutur Yeni.

Masih berharap

Suasana duka masih terasa di kediaman reporter majalah Angkasa, Dody Aviantara, Minggu, di sebuah perumahan di kawasan Kunciran, Kota Tangerang, saat rombongan karyawan yang dipimpin CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo datang melayat.

Dody adalah salah satu dari 45 penumpang pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh dan menabrak Gunung Salak di kawasan Bogor, Jawa Barat, Rabu lalu. Saat kejadian, pesawat tengah menjalankan terbang gembira (joy flight).

”Kami masih menunggu perkembangan pencarian dan masih berharap besar Mas Dody selamat. Namun, kami juga sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk,” ujar Tony Ferdyantara, adik bungsu Dody, yang ditemui Kompas.

Menurut Tony, jika kemungkinan buruk terjadi, pihak keluarga berencana memakamkan mendiang di Pati, Jawa Tengah, dekat tempat tinggal keluarga besar sang istri. Secara implisit, katanya, Dody pernah menyinggung hal itu.

Dalam perbincangan itu, Tony juga menceritakan Dody sebagai sosok yang bertanggung jawab dan mencintai keluarga besarnya. Dody meninggalkan seorang istri, Tetty Setyorini, dan dua anak, yang terkecil masih berusia dua tahun.

Dody dikenal punya minat yang sangat besar pada dunia kedirgantaraan dan memahami dunia kemiliteran, terutama terkait peralatan utama sistem persenjataan.

”Kami bertiga, Mas Dody sebagai yang paling tua, kakak kedua saya, dan saya, sejak dahulu berminat pada dunia kedirgantaraan dan kemiliteran. Namun, hanya Mas Dody yang mendalami dan banyak membaca buku tentang itu. Pekerjaannya sekarang ibarat mimpinya jadi kenyataan,” ujar Tony.

Dody dikenal sebagai sosok wartawan yang sangat berdedikasi dan benar-benar memahami bidang kerjanya. Banyak karya jurnalistik berkualitas dia hasilkan selama ini.

Sementara itu, masih di Kota Tangerang, hingga hari keempat kecelakaan pesawat Sukhoi, belum ada kabar keberadaan Didik Nur Yusuf, fotografer majalah Angkasa. Akan tetapi, pihak keluarga masih meyakini akan ada mukjizat Tuhan terhadap Didik. Meski masih berharap, pihak keluarga juga sudah siap menghadapi kemungkinan terburuk yang menimpa Didik.

”Keluarga yakin, masih ada keselamatan yang diberikan Tuhan kepada Didik. Dengan mukjizat Tuhan, Didik akan dikembalikan kepada keluarga. Kalaupun yang terpahit dialami Didik, Allah akan memasukkannya di surga. Yang utama, keluarga berharap masih ada keselamatan bagi adik kami,” kata Nur Zulaicha (51), kakak Didik, saat menerima rombongan Kompas Gramedia di kompleks Puri Kartika Baru, Jalan Jambu, Ciledug, Kota Tangerang, Minggu.

Nur Laila, istri Didik, tampak lebih tegar dibandingkan dengan tiga hari sebelumnya. Sebelumnya, dia harus dibantu dengan infus untuk mengatasi penyakit asam lambung tinggi akibat tidak mau makan.

Minggu, 13 Mei 2012

 Didik Janji kepada Istri Tidak Naik Uji Coba Pesawat
 
 Nur Laila, istri wartawan foto Angkasa, Didik Nur Yusuf, yang menjadi penumpang pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor, memanjatkan doa saat menerima rombongan keluarga besar Kompas Gramedia di rumahnya di Ciledug, Tangerang, Banten, Minggu (13/5/2012). Rombongan yang dipimpin CEO Kompas Gramedia, Agung Adi Prasertyo tersebut juga menjenguk keluarga reporter Angkasa Dody Aviantara di Bintaro.
TANGERANG — Didik Nur Yusuf, salah satu wartawan majalah Angkasa yang meliput penerbangan pertama pesawat Sukhoi Superjet 100 di Indonesia, pernah membuat janji kepada sang istri untuk tidak pernah naik uji coba pesawat apa pun. Janji tersebut selalu dipenuhi, sampai pada penerbangan kedua pesawat Sukhoi pada Rabu (9/5/2012) pukul 14.12 WIB, kini Didik belum juga kembali.
Gunawan, keponakan Didik, ketika ditemui di di Kompleks Puri Kartika Baru, Ciledug, Tangerang, menuturkan, pamannya itu memiliki janji kepada Nur Laila, istrinya, untuk tidak naik pesawat saat sedang uji coba. Gunawan menduga, mungkin pada penerbangan pertama pesawat komersial Sukhoi Superjet 100 dari Halim Perdanakusuma menuju Palabuhanratu pukul 12.00 WIB, Didik memang tidak turut serta.
"Melihat penerbangan pertama sukses, mungkin dia ikut pada kesempatan kedua. Karena kabarnya memang ada beberapa kali penerbangan," katanya.
Saat Sukhoi Superjet 100 dinyatakan hilang, lanjutnya, istri Didik pun tidak mengetahui suaminya ikut menjadi penumpang pesawat naas tersebut. Begitu pun dengan Gunawan dan keluarganya yang lain. "Saya malahan tahu dari teman-teman wartawan di lapangan, mereka tahu dari daftar manifes penumpang Sukhoi. Lalu, saya telepon dua nomor handphone Mas Didik pada pukul 15.30 itu sudah tidak aktif," ceritanya.
Sosok Didik Nur Yusuf, menurut keponakannya ini, adalah sosok yang humble dan senang berkawan. Dari peristiwa hilangnya Didik ini, Gunawan mengatakan, simpati dan kunjungan teman-teman Didik terus mengalir, baik dari rekan kerjanya maupun komunitas yang selama ini diikuti ayah satu putra ini, seperti Majelis Taklim, komunitas bike to work, klub APV, dan Honda Tiger.
Hari-hari terakhir sebelum Didik pergi menyisakan kenangan bagi keluarganya. Menurut mereka, mungkin ini adalah firasat atau kenangan yang hendak Didik tinggalkan. Gunawan sempat merasa aneh dengan status akun Facebook milik Didik.
Pada bulan Februari 2012, Didik menuliskan status, "minta pertolongan KNKT (gw jatuh dari sepeda nih..hehe)", dan pada bulan April 2012 akunnya ditulisi, "11 Mei 2012 lo gue end (gw mau mutus Telkomsel gw)".  Lalu, kepada saudaranya, Didik pernah menanyakan apakah keponakannya mau membeli sepeda motor kesayangannya. Alasannya, Didik bilang dia mau pergi terbang jauh.
 "Dia memang senang bercanda, kami sering tidak tahu apakah itu candaan atau serius. Entah ini firasat atau apa, tapi status Facebook dan kata-katanya terasa aneh bagi kami," ujarnya.
 Didik ikut serta dalam penerbangan pesawat Sukhoi Superjet 100 asal Rusia pada acara demonstrasi penerbangan di Jakarta, Rabu (9/5/2012). Pesawat itu kemudian jatuh di Gunung Salak, Bogor, pada pukul 14.33. Selain Didik, wartawan lain dari majalah Angkasa, Dody Aviantara, juga turut serta dalam penerbangan itu.

Sabtu, 12 Mei 2012

 Air Mata dan Doa Clarisa untuk Sang Suami....
 
 Keluarga korban sukhoi sudah mulai berdatangan di RS Polri (12/5/2012). Dari pantauan kompas.com, hingga pukul 9.24 sudah ada 11 keluarga korban yang mengunjungi RS Polri.
JAKARTA - Clarisa Samin Bahar duduk dan tertunduk sedih di kursi barisan depan Posko untuk keluarga korban kecelakaan Sukhoi Super Jet 100, di Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur, Sabtu (12/5/2012) siang.

Di tangannya ada sebuah Al Quran kecil, yang dibacanya sejak menginjakkan kaki di rumah sakit tersebut. Clarisa mengaji untuk sang suami, Ganis Arman Zuvianto, salah satu korban dari jatuhnya pesawat buatan Rusia itu, Rabu (9/5/2012) lalu. Ganis adalah salah satu perwakilan dari Indonesian Air Transport yang mendapat undangan mengikuti joy flight Sukhoi.

Tampak sesekali Clarisa menyeka air matanya tatkala melantunkan doa untuk Ganis. Wajah sendu itu, terlihat sembab karena tangis yang tumpah sejak Rabu malam ketika ia berada di Bandara Halim Perdana Kusuma. Saat didekati awak media, Clarisa tetap menunduk. Ia abaikan riuh di rumah sakit itu, demi doa untuk Ganis.

Menurut kakak laki-laki Ganis, Holdy, Clarisa berusaha tegar dan menghubungi seluruh keluarga sendiri saat tahu pesawat yang dinaiki Ganis hilang di Gunung Salak. Ia bahkan memilih menunggu di Bandara dibanding kembali ke rumah, agar lebih cepat mendapat informasi tentang Ganis. "Saya tahu kabar adik saya dari istrinya. Hari ini kami semua sekeluarga besar datang ke sini untuk menunggu identifikasi korban," tutur Holdy, dengan mata berkaca-kaca.

Holdy menghela napas panjang, saat melihat ibunya dan Clarisa menangis sambil mengaji di sampingnya. Ia terdiam sebentar dan mengelus punggung ibunya. Ia merasakan betul kesedihan Clarisa. Apalagi, Ganis dan Clarisa baru saja merayakan ulangtahun pernikahannya yang ke 12 April lalu. Dari perkawinan mereka lahir dua anak laki-laki Farel yang duduk di kelas I SMP dan Arva, kelas 6 SD.

Holdy mengaku, keluarga tak ada firasat apapun, saat Ganis berpamitan ke Bandara Halim Perdana Kusuma. Terakhir kali, ia menghubungi Clarisa lewat telepon genggam sebelum naik pesawat Sukhoi. Ganis, juga sempat mengirimkan fotonya melalui Blackberry di depan pesawat naas itu pada Clarisa.

"Dia sangat menyukai. Ganis suka sekali naik pesawat dan selalu pengen tahu gimana. Dia belum kesampaian naik helikopter. Dia ingin naik helikopter," kata Holdy.

Saat ini keluarga Ganis berharap agar pihak RS Polri bisa cepat melakukan identifikasi jenazah yang datang, sehingga bisa mengetahui keadaan Ganis yang sebenarnya. "Kami tetap berharap yang terbaik. Semoga ada keajaiban untuk adik saya. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik. Kami pasrah," tuturnya.

Jumat, 11 Mei 2012

 Keluarga Korban Dapat Asuransi 50.000 Dollar AS
 
Ana Kamagi memegang foto suaminya Steven Kamagi di area crisis center, Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (10/5/2012). Steven merupakan salah satu penumpang pesawat sipil Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di kawasan Gunung Salak, Jawa Barat, Rabu (9/5/2012). Data terbaru mengatakan bahwa ada sekitar 47 penumpang yang ikut dalam uji terbang pesawat saat kehilangan kontak pada pukul 14.33 WIB.

JAKARTA — Pihak Sukhoi akan memberikan asuransi kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100. Nilai asuransi yang diberikan mencapai 50.000 dollar AS atau Rp 450 juta (kurs Rp 9.000). Hal ini diungkapkan konsultan agen Sukhoi dari PT Trimarga Rekatama, Sunaryo, Jumat (11/5/2012) di Bandara Halim Perdanakusuma.
"Info dari Sukhoi satu korban dapat 50.000 dollar AS. Ada pembicaraan pemberian asuransi, dari pihak Rusia bilang, apabila korban sudah teridentifikasi dan data diberikan, maka akan segera diberi asuransi tersebut," ujar Sunaryo.
Dia menjelaskan, pihak Trimarga Rekatama akan menjadi perantara antara pihak keluarga dan perusahaan Sukhoi. "Kalau klaim asuransi kami akan bantu semua, agar pemberian asuransi cepat dan sesuai dengan apa yang disampaikan," katanya.
Sebelumnya, pesawat Sukhoi Superjet 100 dengan nomor penerbangan RA36801 hilang kontak pada koordinat 06° 43' 08" Lintang Selatan dan 106° 43' 15" Bujur Timur. Koordinat itu diperkirakan dekat Cidahu, Gunung Salak. Penerbangan yang dilakukan pesawat milik Rusia tersebut merupakan bagian dari demonstrasi penerbangan yang diselenggarakan oleh PT Trimarga Rekatama.
Tim SAR masih melakukan pencarian korban, sedangkan puing pesawat sendiri sudah ditemukan di Batu Tapak, Cijeruk, Bogor, pada Kamis (10/5/2012) pagi. Terdapat 45 penumpang di dalam pesawat itu, terdiri dari 8 warga negara Rusia, 1 warga Amerika Serikat, 1 warga Perancis, dan sisanya warga negara Indonesia